ASAL USUL DESA TUMANGGAL, Pengadegan, Purbalingga


Grebeg Suran Desa Tumanggal

Desa Tumanggal berada di Kecamatan Pengadegan, Kabupaten Purbalingga. Secara geografis desa ini merupakan daerah perbukitan dengan luas wilayah 412.393. Desa Tumanggal berjarak 2,5 km ke Kecamatan Pengadegan dan berjarak 15 km menuju Kabupaten Purbalingga. Dan secara demografis batas Desa Tumanggal adalah 
sebelah Utara yaitu Desa Wanogara, 
sebelah Timur yaitu Desa Karangjoho, 
sebelah Selatan yaitu Desa Pengadegan, 
sebelah Barat yaitu Desa Tegalpingen 

Jumlah penduduk Desa Tumanggal sejumlah 3.846 jiwa yang terdiri atas penduduk laki-laki sejumlah 1.947 jiwa dan perempuan sejumlah 1.899 jiwa.

Terbagi ke dalam 5 dusun dan 17 Rukun Tetangga (RT). Asal usul terbentuknya nama Desa Tumanggal adalah cerita pada zaman para wall sangga. Ada sebuah desa yang belum memiliki nama, karena belum ada nama yang cocok atau pas untuk desa itu. Di desa tersebut ada sungai yang diberi nama Sungai Lebak, sungai tersebut memiliki air yang deras. Ketikamusim hujan, sungai ini sering terjadi banjir. 

Di Sungai Lebak ini ada sebuah batu cadas yang ukurannya kelihatan kecil. Tetapi waktu sungai tersebut banjir, batu itu kelihatan mengapung. Tetapi tidak hanyut terbawa banjir, batu itu berupa panggal. Bentuknya seperti gasing, jadi batu tersebut diberi nama batu panggal. Karena adanya batu panggal tersebut menjadi nama desa ini, yaitu Desa Tumanggal.

Di Desa Tumanggal ini memiliki tempat-tempat yang cukup angker dan misterius.

Tempat pertama adalah Stana Buddha, tempat ini adalah tempat tinggal seorang Pangeran Ngalibasa. Dan ada tempat bertapanya Pangeran Ngalibasa yang disebut Candi, walaupun tidak ada candinya. Stana Buddha berada di depan jalan dan ada dua gapura, serta didalamnya ada sebuah pondasi yang mengelilingi tempat bertapa Pangeran Ngalibasa dan ada pohon besar. 

Disebut Stana Buddha karena Pangeran Ngalibasa menganut agama Buddha.Orang-orang jika melewati Stana Buddha dengan sepeda motor harus mengklakson, dan mengucapkan permisi. Ini bermaksud untuk menghormati Pangeran Ngalibasa. Bahkan orang dahulu jika menggunakan kuda, kudanya harus di tuntun. Jika menggunakan topi, topinya harus dilepas. 

Di Stana Buddha ini orang-orang biasanya meminta sesuatu seperti dimudahkan rezeki, dilanjarkan ujian dan lain-lain. Dan jika meminta sesuatu harus memberikan sesajin. Jika seseorang yang ingin memasuki Stana Buddha ini harus meminta izin dan harus membakar kemenyan. Ada peraturan jika ingin meminta sesuatu yaitu menyebut nama lengkap dan tujuan yang diinginkan, harus bersikap sopan dan jangan sembarangan. 

Di tempat ini ada penjaganya yang berupa mahluk halus bisa berupa ular putih, ketek putih dan lain lain. Bila ingin berkunjung di anjurkan membawa kacang. Stana Buddha ini biasanya di bersihkan jika kotor, yang merawat dan sebagai juru kuncinya adalah Mbah Warsodi.

Tempat yang kedua adalah Pesarean Kali Picis, tempat ini merupakan tempat tinggalnya Pangeran Sadatiman, Pangeran ini merupakan seorang perempuan. Tempatnya tidak terlalu jauh dengan Stana Buddha,kemungkinan Pangeran Sadatima merupakan saudara Pangeran Ngalibasa. 

Di Pesarean ini sama seperti Stana Buddha, tetapi di Pesarean ini tidak dirawat dan dibiarkan begitu saja. Karena tempat ini jauh dari jalan, sehingga tidak terlalu sering dijamah orang. Di pesarean ini dulu terlihat seperti ada cahaya putih yang orang-orang sini disebut Patroma.
Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment